28 Oktober 2007

ARKEOLOG CINA MEMBURU NAGA

Selama ribuan tahun, masyarakat Cina menganggap, mereka adalah turunan naga. Kendati hingga saat ini, belum ada bukti yang cukup mendukung, bahwa mereka adalah benar-benar "anak cucu naga". Tetapi dalam tahun ini, para arkeolog memiliki bukti yang cukup kuat, naga itu memang benar-benar pernah ada.

Hasil penggalian di lembah Sungai Liachoe, membuktikan dugaan kuat keberadaan naga itu pernah ada di muka bumi ini. Beberapa bukti dari hasil penggalian para arkeolog, menunjukkan ke arah pembenaran anggapan yang selama ini dianut masyarakat Cina. Dalam benak mereka percaya, naga merupakan simbol keberuntungan dan kebijakan.

Selain itu, mereka juga percaya naga adalah sumber kekuatan magis yang mampu mengontrol angin, hujan dan gerak alam raya. Sehingga benar-benar sangat memengaruhi gerak kehidupan manusia di muka bumi ini. Bahkan mereka juga yakin, naga ini merupakan penghubung antara manusia dengan para dewa di surga dan neraka.

Demikian besar kekuasaan naga itu, sehingga kaisar pertama yang menyatukan seluruh daratan Cina, yaitu Chin Sin Huang Ti atau yang lebih dikenal dengan sebutan "Kaisar Kuning", oleh rakyatnya diberi gelar sebagai "Sang Putra Naga". Ia dianggap memiliki kekuatan abstrak, yang mampu menaklukkan empat negara dan berada dalam satu kekuasaan, yaitu dirinya. Sebagai simbol kekuasaannya, singgasana untuk memerintahnya yang terbuat dari batu giok diberi profil seekor naga yang sedang mengejar bola mustika.

Keunikan simbol naga ini, ternyata hampir merata ada di seluruh dunia. Di negara-negara Eropa, simbol ular naga itu digambarkan dengan wajah garang dan bersayap besar. Namun di Asia dan Amerika Latin, naga itu tidak memiliki sayap. Namun semua gambaran sama, sosok binatang itu memiliki sepasang kaki dengan cakar-cakarnya yang berkuku tajam.

Untuk membuktikan kepenasaran tentang keberadaan ular naga itu, para arkeolog Cina melakukan ekskavasi sejak tahun 1983 di beberapa lokasi yang diyakini pernah ditinggali oleh peradaban Cina kuno. Ekskavasi pertama dilakukan di sekitar Desa Niuheliang, di kaki Gunung Merah (Red Mountain). Tepatnya, berada di lokasi lembah Sungai Liachoe. Dari beberapa temuan membuktikan, bahwa di daerah ini pernah ditinggali sebuah peradaban kuno yang cukup maju ribuan tahun silam.

Pada penggalian pertama, para arkeolog menemukan dua potongan batu giok berbentuk seekor naga. Giok naga ini diukir secara halus, berwarna hijau transparan. Penemuan pertama ini, menurut para arkeolog sangat berharga. Dari bukti itu terlihat peradaban ribuan tahun silam memang sudah mengenal budaya ukiran yang sangat halus. Bahkan tak kalah indahnya, dengan hasil pahatan jaman sekarang yang menggunakan peralatan modern.

Penggalian hingga tahun 2003 itu melibatkan puluhan arkeolog dari Research Institute of Lioning Province, dan telah menyelesaikan pekerjaan pada 16 situs. Mereka mengaduk-aduk situs pada areal 1.576 meter persegi. Menggali enam kuburan kuno yang diduga adalah kuburan para penggede masa itu.

Fosil rahang naga?
Dari hasil penggalian itu, ditemukan 479 potong bukti-bukti yang mengarah tentang keberadaan ular naga, dalam bentuk fosil rahang dan bagian tubuh lainnya yang diduga merupakan bagian tubuh dari seekor ular besar. Termasuk tiga potong patung naga yang terbuat dari batu giok halus, yang ditemukan dari kuburan kuno. Konon temuan giok patung naga itu, hampir sama dengan temuan hasil ekskavasi di Desa Sanxingtala pada tahun 1970. Desa ini masuk dalam wilayah kota Cipeng di Monggolia Dalam.

Profesor So Bingqi, seorang arkeolog terkenal di Cina dan merupakan Ketua Asosiasi Arkeolog Cina mengungkapkan, temuan terbaru itu masih harus diteliti lebih jauh. Terutama dengan uji karbon, untuk mementukan umur binatang purba itu dan merekonstruksi seluruh bentuk fisiknya.

Penggalian dilakukan lebih dalam lagi, untuk mencari bagian fosil lainnya yang bisa membuktikan, apakah fosil itu merupakan binatang melata biasa atau memang seekor naga yang diduga hidup lebih muda beberapa ribu tahun dari zaman binatang purba Dinosaurus, T-Rex, Brontosaurus dan binatang-binatang purba lainnya.

Namun dari ukuran tubuh, yang bentuknya lebih kecil dibandingkan dengan sejenis dinosaurus, diduga kuat temuan itu memang adalah sejenis ular pemangsa. Karena terlihat dari taringnya yang sangat tajam yang mengarah ke dalam, seperti halnya pada binatang pemangsa lainnya yang ditemukan lebih dahulu seperti keluarga T-Rex. Namun dari fosil-fosil yang ditemukan, makhluk ini memiliki tubuh yang sangat panjang kurang dari 30 meteran dengan fosil membentuk seperti formasi ular.

Penelitian di sekitar lembah Sungai Liachoe masih terus dilanjutkan para arkeolog, untuk menentukan apakah temuan ini hanya satu-satunya bukti atau masih ada yang lain. Ternyata dugaan dari para arkeolog itu tidak sia-sia, penggalian di "Red Mountain Goddes", ternyata ditemukan bukti lainnya yang saling mendukung. Temuan serupa di lokasi ini, menemukan beberapa bukti lain yang menguatkan keberadaan naga itu.

Baik arkeolog Bingqi maupun Daahun, anggota Tim Kerja pencari bukti keberadaan naga itu menyimpulkan, ular yang selama ini dimitoskan memang ada. Hanya apakah bentuknya memang sempurna, seperti naga yang digambarkan dalam bentuk patung seperti di biara atau hanya ular purba biasa? Semua itu masih dalam tanda tanya. Para arkeolog masih mencari bukti-bukti lain, dan merekonstruksinya secara sempurna.

Untuk sementara, mereka berhasil merekonstruksi temuan fosil itu adalah sejenis binatang ular purba. Hal ini terlihat jelas, dari kerangka kepala yang mengarah pada sebuah kerangka ular. Namun masih belum sempurna, karena beberapa bagian lain yang diduga berupa tulang rawan bentuknya masih samar-samar. Tapi semua arkeolog meyakini, fosil itu adalah fosil naga, nenek moyang ular-ular sekarang.

Mengenai keraguan bentuk naga sebenarnya, untuk sementara mereka bersepakat gambaran patung-patung naga yang dibuat sejak ribuan tahun lalu, diduga kuat itu mewakili bentuk ular naga sebenarnya meski bukti-bukti pendukungnya masih dideteksi.

Mereka juga bersepakat, gambaran yang ditemukan dalam bentuk patung giok naga, patung dari hancuran emas dan perungu, yang diperkirakan berumur 8.000 tahun lebih, merupakan gambaran bentuk asli dari naga yang kini tinggal fosilnya.

Hanya saja, para arkeolog mempertanyakan, apakah kehadiran kehidupan naga itu bersinggungan dengan kehidupan manusia pada jamannya atau tidak. Kini teka-teki itu, masih harus dipecahkan oleh para arkeolog dengan menggunakan teknologi canggih untuk menentukan umur fosil itu secara pasti. Yang pasti, fosil yang tertimbun dalam kedalaman tanah itu diduga dahulunya adalah sebuah rawa-rawa besar.

Sementara mengomentari tentang temuan giok naga, dan coran emas dan merunggu, arkeolog mengatakan, penemuan itu termasuk penemuan yang paling berharga bagi para arkeolog Cina. Karena membuktikan, suku-suku bangsa Cina kuno ribuan tahun silam sudah biasa dalam membuat ukiran halus dengan peralatan yang sangat sederhana. Namun kualitas buatannya, tidak kalah dengan hasil torehan masyarakat Cina sekarang.

Suku-suku yang hidup di sekitar lembah Sungai Liachoe, termasuk suku yang menetap. Mereka hidup antara 5.000 - 8.000 tahun silam, dan membentuk koloni kehidupan dengan budaya yang tinggi. Namun tidak diketahui pasti, mengapa pada akhirnya suku-suku itu harus meninggalkan lembah Sungai Liachoe di jajaran pegunungan yang disebut Red Mountain.

(Dari Pikiran Rakyat / Penulis: Dedi Riskomar / berbagai sumber)